Oleh:
ARDA DINATA
SAMPAH, lagi-lagi sampah. Adalah tema yang diturunkan pada rubrik
“liputan khas” di harian Galamedia dalam empat tulisan berseri (baca:
Galamedia, 23-26 Mei 2000).
Berbicara masalah sampah, sebenarnya bukan hanya milik warga kota
Bandung saja, tapi kota-kota besar lain pun, saya yakin akan
merasakannya. Berkait dengan ini, menurut data Kantor Menteri Lingkungan
Hidup, sebagian besar daerah perkotaan di Indonesia mengalami
permasalahan sampah. Sebagai contoh, limbah padat yang dihasilkan pada
tahun 1996 di Jakarta mencapai 39,6 juta ton terdiri dari limbah padat
domestik sebesar 2,3 juta ton dan limbah padat industri pengolahan 37,3
juta ton (Suara Pembaruan, 28/8/97).
Dari jumlah tersebut, 73,92 persen limbah organik, sedangkn 26,08 persen
limbah anorganik. Penyumbang terbesar limbah padat adalah limbah rumah
tangga, mencapai 67,86 persen. Limbah padat dari pasar tradisional dan
super market menempati urutan kedua, yakni 9,15 persen.
Limbah padat yang bisa ditangani oleh Pemda DKI Jakarta hanya sekitar 85
persen, sisanya ada yang dibakar dan dibuang ke sungai 1,6 persen atau
dibuang ke sembarang tempat 4,87 persen.
Sementara itu, Direktur Umum PD Kebersihan Kota Bandung, H.M. Budiman,
M.Si., mengungkapkan bahwa produksi sampah pada tahun 2000 diperkirakan
mencapai 8.011 meter kubik (m3) per hari terdiri dari sampah rumah
tangga dan sampah tidak bertuan (Galamedia, 19/5/2000).
Berkait dengan itu, PD Kebersihan Kota Bandung mengalami kesulitan dalam
menangani masalah sampah, karena ketidak berdayaan untuk bisa
mensejahterakan karyawannya, keterbatasan sumber daya manusia (SDM),
minimnya sarana dan prasarana kerja operasional.
Data yang diungkap PD Kebersihan Kota Bandung memperlihatkan, sarana
kerja operasional yang dimiliki jauh dari kebutuhan ideal. Untuk truk
sampah misalnya, kebutuhan ideal 160 buah truk. Sejak tahun 1995 hanya
ada 100 buah truk dan pada tahun 2000 hanya beroperasi 75 buah saja.
Sedangkan kebutuhan ideal kontainer sampah adalah 400 buah, sejak tahun
1995 beroperasi 295 buah dan pada tahun 2000 hanya 234 buah. Begitu juga
dengan bak sampah, kebutuhan idealnya mencapai 234 buah sedangkan yang
laik digunakan hanya 195 buah. Sementara Tempat Pembuangan Akhir Sampah
(TPAS) kebutuhan idealnya adalah 81,22 ha, tapi kenyataannya sejak tahun
1995 hingga sekarang TPAS hanya 40,63 ha. Jadi, masih kurang 40,59 ha.
Menyangkut keadaan SDM, kebutuhan ideal pegawai PD Kebersihan Kota
Bandung adalah 5.000 orang, sedangkan saat ini hanya ada 1.719 orang.
Itulah kenyataan masalah pengelolaan sampah di Kota Bandung, sehingga
tidak lah aneh di masyarakat sering terdengar keluhan mulai dari sampah
yang telat diangkut dan banyaknya gunungan sampah di daerah-daerah
tertentu.
Secara demikian, kita harus sama-sama sadar bahwa masalah sampah di
tingkat perkotaan telah menjadi problem yang rumit, bahkan tidak jarang
para penguasa menyatkan “perang” terhadap sampah.
Upaya untuk membenahi masalah sampah ini, setidaknya kita terlebih
dahulu harus mengetahui tentang faktor-faktor apa saja yang dapat
mempengaruhi produksi sampah. Lalu, bagaimana sebaiknya sistem
pengelolaan sampah itu?
Produksi Sampah
Sampah (solid wastes) adalah benda tidak dipakai, tidak diingini dan
dibuang, yang berasal dari suatu aktivitas dan bersifat padat. Sedangkan
pengertian sampah perkotaan, mengacu pada Keputusan Menteri Dalam
Negeri (Kepmendagri) tentang Pedoman Pengelolaan Kebersihan di Daerah,
ialah semua bahan buangan padat yang berasal dari sisa aktivitas manusia
di daerah pemukiman, komersial, institusional dan perkantoran, industri
serta jalan dan taman kota, baik yang berupa logam maupun non logam,
organik ataupun anorganik yang sudah tidak terpakai.
Dalam hal ini, bila kita amati secara seksama, sampah yang diproduksi
manusia dalam berbagai aktivitas terdiri dari sampah kering (anorganik)
dan sampah basah (organik). Sampah kering diantaranya terdiri dari
barang logam, kaca, dan kertas plastik. Golongan sampah ini, banyak
dijadikan barang komoditi lewat daur ulang oleh para pemulung, sehingga
sedikit banyak mengurangi beban penanganan sampah lebih lanjut.
Adapun bagi sampah basah yang banyak diproduksi rumah tangga,
pasar-pasar tradisional terutama berasal dari sisa sayur mayur, hingga
saat ini masih tetap menjadi problem yang belum bisa dipecahkan langsung
di lokasi.
Berkait dengan masalah sampai ini, kita juga harus mengetahui
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi sampah di suatu kota
atau daerah.
Menurut buku pedoman bidang studi “Pembuangan Sampah” (Depkes: 1987),
menyebutkan ada tujuh faktor yang mempengaruhi produksi sampah. (1)
Jumlah penduduk dan kepadatannya. Setiap pertambahan penduduk akan
diikuti oleh kenaikan jumlah sampah, demikian juga daerah perkotaan yang
padat penduduknya memerlukan pengelolaan sampah yang baik.
(2) Tingkat aktivitas. Dengan makin banyaknya kegiatan/ aktivitas, maka
akan berpengaruh pada jumlah sampah. (3) Pola kehidupan/ tingkat sosial
ekonomi. Banyak sedikitnya barang yang dikonsumsi oleh manusia, juga
berpengaruh pada jumlah sampah.
(4) Letak geografi. Daerah pegunungan, daerah pertanian, akan menentukan
jumlah sampah yang dihasilkan. (5) Iklim. Iklim tropis, sub tropis juga
berperan ikut mempengaruhi jumlah sampah.
(6) Musim. Musim gugur, musim semi, musim buah-buahan akan mempengaruhi
jumlah sampah yang dihasilkan. (7) Kemajuan teknologi. Pembungkus
plastik, daun, perkembangan kemesan makanan dan obat, akan mempengaruhi
jumlah sampah yang dihasilkan.
Dengan megetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah di
atas, setidaknya kita dalam melakukan pengelolaan sampah dapat
memperhitungkan kapan kira-kira produksi sampah itu meningkat, kapan
waktu banyaknya gangguan pada proses pengangkutan serta teknik kerja
operasional dan prasarana apa yang tepat digunakan.
Dampak Negatif
Pada awal kehidupan manusia, sampah belum menjadi masalah, tetapi dengan
bertambahnya jumlah penduduk dengan ruang untuk hidup tetap, maka makin
hari keberadaan sampah menjadi masalah yang perlu ditangani secara
serius.
Secara umum pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan
lingkungan akan mengakibatkan berikut ini. Pertama, dapat menjadi sumber
pengotoran tanah, sumber-sumber air permukaan tanah/ air dalam tanah
ataupun udara.
Kedua, dijadikan sebagai tempat berkembang dan sarang dari serangga dan
tikus. Ketiga, dapat menjadi sumber dan tempat hidup dari kuman-kuman
yang membahayakan kesehatan.
Dalam arti lain, sampah yang tidak ditangani dengan baik, selain sampah
menjadi penyebab kumuhnya kota, juga sampah dapat menjadi biang penyakit
akibat bau busuk dan kerumunan lalat dapat menjijikan yang membuat
lingkungan semakin tidak sedap dipandang mata. Pada musim kemarau dengan
kondisi angin kencang, sampah bila dibuang sembarangan akan
berterbangan dan berserakan. Sementara itu pada musim penghujan, sampah
begitu cepat busuk yang membuat lingkungan jadi becek dan seringkali
menyumbat saluran air yang berakibat timbulnya banjir.
Secara demikian, kita hendaknya bersikap bijaksana dalam memperlakukan
sampah dan harus turut berperan serta mengembangkan secara aktif
menyangkut pengolahan sampah dikota di mana kita bermukim.
Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah dapat diartikan sebagai suatu bidang yang berhubungan
dengan pengaturan terhadap penimbulan, penyimpanan (sementara),
pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan
sampah dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari
kesehatan masyarakat, ekonomi, keahlian teknik, perlindungan alam,
keindahan (estetis), dan pertimbangan-pertimbangan lingkungan dan juga
mempertimbangkan sikap masyarakat (Tchohanoglous, et.al; 1977).
Secara demikian, ruang lingkup dari pengelolaan sampah yang terlibat
dalam pemecahan masalah sampah yang menimpa masyarakat adalah termasuk
fungsi-fungsi administrasi, finansial, hukum, perencanaan dan teknik
pembangunan perkotaan.
Dalam hal ini, pemecahannya diperlukan kontribusi dari berbagai disiplin
ilmu seperti politik, perencanaan kota dan daerah, geografi, ekonomi,
kesehatan masyarakat, sosiologi, demografi, komunikasi, perlindungan
alam, dan lainnya.
Untuk mencapai jalan penyelesaian permasalahan pengelolaan sampah yang
kompleks tersebut, maka kita harus mengetahui beberapa unsur yang utama
dalam pengelolaan sampah, sehingga kita mengetahui hubungan dan
urgenitasnya dari masing-masing unsur tersebut, agar kita dapat
memecahkan masalah ini secara efisien.
Adapun unsur-unsur utama dalam pengelolaan sampah itu, yaitu seperti terlihat dalam diagram di bawah ini.
PENIMBULAN SAMPAH
PENYIMPANAN
PENGUMPULAN
PENGANGKUTAN
PENGOLAHAN DAN PEMAMFAATAN KEMBALI
PEMBUANGAN
Dengan memahami keenam elemen fungsional secara terpisah diharapkan: (1)
untuk mengenal segi-segi fundamental dan kaitan-kaitan masing-masing
elemen. (2) Untuk mengembangkan, bila mungkin dapat mengukur
hubungan-hubungan tersebut yang berfungsi untuk tujuan-tujuan pembuatan
perbandingan teknik, analisa dan evaluasi. Dalam arti lain, pemisahan
elemen tersebut penting untuk membantu dalam pengembangan, kerangka
kerja, termasuk didalamnya untuk mengevaluasi pengaruh-pengaruh yang
timbul dari perubahan-perubahan yang diusulkan. (3) Untuk memecahkan
masalah yang khusus. Misalnya cara pengumpulan sampah, khususnya sampah
hasil buangan industri kimia, cara pengangkutan dan pemusnahannya.
Berkait dengan keenam elemen-elemen fungsional tersebut, sistem
pengelolaan sampah di kota-kota besar Indonesia pada umumnya baru
menerapkan empat elemen, yaitu: penimbulan sampah, penyimpanan
sementara, pengumpulan/ pengangkutan dan pembuangan sampah. Sedangkan
elemen pengolahan dan pemanfaatan kembali dari sampah yang dihasilkan
belum dimanfaatkan (baca: dilakukan) secara maksimal dan profesional.
Padahal kalau saja elemen pengolahan dan pemanfaatan kembali dari sampah
dilakukan secara profesional, maka setidaknya PD Kebersihan sebagai
perusahan daerah dapat menghasilkan komoditi daur ulang yang akhirnya
mendapatkan penghasilan buat perusahaan, kelancaran kerja operasional
dan kesejahteraan karyawannya. Semoga.***
Penulis adalah pemerhati masalah lingkungan hidup, dosen Akademi Kesehatan Lingkungan/ AKL KUTAMAYA, Bandung.
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.